Minggu, Mei 24, 2009

Artikel Organisasi : MEMBACA KELEMAHAN, MEMBANGUN KEKUATAN

KRISIS merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan mengevaluasi manajemen bisnis.Perusahaan yang mengetahui kelemahannya akan mampu membangun kembali bisnis dengan kekuatan yang lebih besar.

Adapun yang tidak akan bernasib merugi dan akhirnya bangkrut. Oleh karena itu,perusahaan dituntut mampu menghadapi berbagai efek krisis yang bisa membuat kebangkrutan.Masalah yang sering dialami saat krisis di antaranya kehilangan pasar,penurunan daya beli masyarakat,meningkatnya ongkos produksi hingga semakin ketatnya likuiditas di pasar global.

Masalah-masalah semacam inilah yang menuntut perusahaan melakukan berbagai antisipasi,salah satunya efisiensi biaya produksi. Langkah efisiensi ini dilakukan dengan berbagai cara.Ada yang mengurangi kapasitas produksinya,mengurangi jam lembur,memanfaatkan teknologi kekinian hingga merumahkan sebagian karyawannya.

Hal ini bertujuan selain menekan biaya produksi,juga untuk memperkuat likuiditas yang dimiliki perusahaan.Survei Economist Intelligence Unit (EIU) bertajuk Organisitional Agility: How Bussines Can Survive and Thrive in Turbulent Timemenyatakan,ada berbagai tantangan yang harus dilalui perusahaan dalam mempertahankan bisnisnya di saat krisis seperti saat ini.

Dari 349 eksekutif bisnis di seluruh dunia yang disurvei,50% responden di antaranya menyebutkan tantangan paling sulit dalam periode tiga tahun saat ini adalah menekan besarnya biaya produksi.Adapun 47% responden menyatakan persaingan harga menjadi kendala dalam tiga tahun terakhir.Disusul kesulitan memenuhi peningkatan kebutuhan konsumen (29%), sulitnya pemasaran barang-barang produksi (28%),masalah kebijakan dan peraturan (24%),dan kesulitan mengakses modal (23%).

Sebanyak 20% responden menyebutkan permasalahan lain dalam tiga tahun ke depan adalah sulitnya mempertahankan perputaran suplai dan kompleksitas operasional.Masalah lain lagi adalah sulit menemukan inovasi.Sebanyak 20% responden menganggap masalah inovasi menjadi hambatan yang sangat sulit dihadapi ketika krisis berlangsung,selain kesulitan meningkatkan produktivitas (15%) dan permasalahan lain (5%). Jika dilihat dari hasil survei di atas,masalah menekan besaran biaya produksi menjadi kendala utama.

Hal ini tidak lepas dari adanya tuntutan bagi perusahaan untuk menyusun sistem seefektif mungkin guna menjaga likuiditas yang mereka miliki.Maklum,likuiditas menjadi kunci utama akibat ketatnya keuangan di pasar global. ”Pasar saat ini dalam kondisi yang tidak menentu dan belum pernah terjadi sebelumnya,”ungkap Manajer Direktur Senior dan Kepala M&A dan Corporate Development TIAA-Cref (salah satu perusahaan finansial terbesar di Amerika Serikat) Sheila Hooda.

Menurut dia,krisis yang melanda pasar global saat ini sangat tidak menguntungkan bagi semua perusahaan.Pasar global belum pernah tergelincir seperti saat ini,di mana pasar mengalami guncangan yang berdampak ke permasalahan penguasaan teknologi hingga tekanan yang lebih besar pada margin penjualan.Karena itu,saat ini banyak perusahaan berlomba-lomba back to basic guna menjaga core bisnis utamanya.

Para pebisnis lebih senang menahan ekspansinya hingga pasar benar-benar dalam situasi yang kondusif. Turbulensi di pasar global saat ini sangat berpengaruh pada performa bisnis berbagai perusahaan sehingga penghematan harus dilakukan. Tentu saja,penghematan ini memicu terjadinya reaksi rantai produksi yang salah satu muaranya adalah hilangnya sebagian pasar yang dimiliki perusahaan. Selain itu,upaya menekan harga produksi juga menjadi kendala yang harus dihadapi para pengusaha dalam tiga tahun terakhir.

Menurut EIU,permasalahan menekan biaya produksi ini bukan hanya menjadi momok bagi perusahaan kelas menengah ke bawah saja,tetapi juga perusahaan besar.Semakin besar skala bisnis, semakin sulit juga upaya perusahaan untuk menekan biaya produksi. Dari perusahaan-perusahaan besar (berpendapatan antara USD5–10 miliar) yang disurvei,77% menyatakan salah satu beban utama saat krisis melanda adalah terkait masalah biaya operasional manajerial yang harus dikeluarkan setiap bulan.

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula biaya produksi yang harus ditanggung.Kondisi ini berbeda dengan perusahaan kelas menengah (berpendapatan kurang dari USD500 juta).Hanya 35% saja perusahaan skala menengah yang menyebutkan biaya manajemen menjadi permasalahan utama. Sementara efisiensi bukan berarti merombak sistem manajerial menjadi sangat minimalis. Oleh karena itu,alangkah baiknya jika perusahaan lebih berkonsentrasi pada pengurangan hal-hal di luar core bisnis untuk menetralisasi dampak krisis.

Saja salah satunya menghapuskan jam lembur.Dengan pengurangan biaya produksi di luar core bisnis,perusahaan akan lebih fokus dalam upaya merebut hati konsumen dengan memberikan inovasi terbaru

Tidak ada komentar: