Selasa, September 29, 2009

Pengembangan Diri : The Power Adversity

Kekuatan Daya Tahan
Semangat membangun kekuatan, harapan memupuk ketabahan
Kita semua menginginkan situasi yang menyenangkan. Kita merasa aman di zona nyaman. Dimana semua harapan terpenuhi. Kita memimpikan kehidupan seperti di taman bunga yang indah. Tapi ternyata hidup tidak seindah impian kita.
Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih. Semua orang menginginkan keuntungan. Namun tidak semua yang berhasil mendapat untung. Lebih sedikit lagi orang yang mampu mengubah kesulitan menjadi keuntungan. Cara pandang kita terhadap kesulitan menentukan bagaimana hasil akhirnya.
Masalah dan kesulitan bisa datang silih berganti. Tapi sikap dan respon kita ketika menghadapi masalah sangat mempengaruhi kemampuan kita untuk menanggungnya. Kita akan mudah merasa tak berdaya, stress, frustrasi bahkan putus asa jika kita menjadi emosional dan kehilangan akal sehat.
Burung rajawali memanfaatkan badai untuk terbang. Tekanan justru mengangkatnya lebih tinggi. Melalui kesulitan dan badai mereka bertumbuh dan mempertahankan hidupnya.

Realita Mengenai Tekanan Hidup
  1. Tekanan tidak melebihi kemampuan kita
  2. Tekanan pasti akan berakhir
  3. Tekanan menumbuhkan kekuatan
  4. Tekanan adalah kesempatan untuk mengembangkan diri

Kemampuan untuk Mengembangkan Daya Tahan
Daya tahan adalah kemampuan untuk menanggung kesusahan tanpa menyerah. Untuk tetap teguh dalam penderitaan atau kemalangan dengan tidak bersungut-sungut. Karena rasa kecewa dan persungutan hanya memerosotkan motivasi dan kekuatan diri. Jika kita memiliki daya tahan, kita memiliki ketabahan untuk mempertahankan stamina dan keseimbangan fisik, mental maupun rohani. Ketabahan membawa kita menjadi lebih dekat pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Daya dibangun dari 4 kemampuan yang terdiri atas :
1. Kemampuan untuk Mengendalikan Masalah
Masalah bagaikan gelombang yang datang bergulung dan menghantam pantai. Namun para penggemar surfing justru mencari tempat-tempat luar biasa di penjuru dunia untuk bisa ”mengendarai ombak”. Mereka menggunakan keberanian dan keahlian yang dimiliki agar tetap berada di permukaan air.
Sikap reaktif membuat kita sulit mengendalikan masalah, karena dipicu oleh emosi dan asumsi. Tapi dengan bersikap tenang kita dapat memilah-milah persoalan secara cermat. Kita sebaiknya tidak mencari-cari kesulitan, namun janganlah lari jika menghadapi masalah. Tapi hadapilah dengan sikap responsif dan kondusif.

2. Kemampuan untuk Menemukan Akar Masalah

Sebuah pohon yang ditebang akan kembali tumbuh jika akarnya masih ada. Suatu masalah akan terus timbul jika akarnya tidak ditemukan dan diselesaikan. Masalah bisa bersumber dari internal pribadi atau dari hal-hal yang sifatnya eksternal.
Namun kecenderungan untuk hanya mempersalahkan situasi atau orang lain, membuat kita sulit introspeksi diri dan bersikap waspada. Sebaliknya evaluasi diri dan mengakui titik kritis yang dimiliki, membuat kita cepat menyelesaikan masalah.

3. Kemampuan untuk Membatasi Jangkauan Pengaruh Masalah
Kita belajar dari bencana lumpur Lapindo. Meskipun belum dapat teratasi secara sempurna, namun tindakan awal yang dapat dilakukan adalah menahan luapan lumpur. Tanggul-tanggul dibangun untuk membatasi jangkauan lumpur tersebut.
Demikian pula dengan masalah yang dihadapi. Soal pribadi jangan melibatkan masalah umum atau kelompok. Masalah kantor sebaiknya tidak terkait dengan urusan keluarga dan sebaliknya. Dengan kemampuan bersikap tegas dengan menitikberatkan pada nilai-nilai, kita mampu membendung pengaruh masalah tersebut.

4. Kemampuan untuk Bertahan dan Menanggung Masalah
Ada keunikan dari burung bangau. Kakinya sangat kurus dan panjang. Namun jangan diremehkan, karena bangau sanggup berdiri satu kaki selama berjam-jam. Kita mungkin dengan mudah bisa berdiri dengan kaki sebelah. Tapi berapa lama?
Adversity tidak hanya dibangun dari seberapa besar masalah yang dihadapi tapi berapa lama kita sanggup untuk bertahan. Kesabaran dan ketekunan membuat kita lebih tangguh. Sedangkan sahabat, keluarga dan orang-orang sekitar kita akan menolong dan menghibur kita untuk bersikap tabah menghadapi masalah.


The Word of Wisdom
Kesuksesan tidak hanya diraih dengan kehebatan tapi juga ketabahan

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : Correcting The Mistake

Respons untuk Memperbaiki Kesalahan
Kesalahan bisa terjadi karena kelalaian diri sendiri ataupun faktor luar. Namun, selalu tersedia banyak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Banyak hal yang fatal terjadi bukan ketika kesalahan dilakukan, tapi justru karena respons kita yang keliru. Panik, takut, bingung, mencari kambing hitam atau berusaha membela diri dan menutup-nutupi kesalahan. Semua itu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat situasi menjadi lebih buruk lagi.
Sebaliknya, diperlukan titik balik untuk mengubah pandangan kita terhadap kesalahan. Kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, tapi bisa menjadi pijakan untuk permulaan baru. Kuncinya adalah kebesaran jiwa untuk mengakui kesalahan dan kerendahan hati untuk memperbaikinya.
1. Menerima Koreksi
Kita punya sepasang mata untuk melihat. Tapi semua tatapan orang tertuju pada diri kita, mereka melihat lebih baik. Artinya koreksi efektif berasal dari orang lain. Koreksi tidak selalu menyenangkan. Sering kali muka kita jadi merah saat dikoreksi. Seharusnya kita bersyukur karena ada orang yang mau peduli dan memberi masukan.
Tiap orang mungkin memiliki cara yang berbeda saat memberi koreksi atau input. Sebaiknya koreksi diterima dengan hati lapang. Namun kita juga perlu menyaring setiap koreksi apakah benar relevan dan bermanfaat.
2. Mengakui Kesalahan
Tak seorang pun yang luput dari sikap khilaf dan alpa. Kita pasti pernah membuat kesalahan. Tapi tidak semua orang mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya. Menutupi kesalahan seperti menyimpan bara dalam sekam. Suatu ketika pasti terbakar.
Banyak mitos keliru tentang kesalahan. Ada yang menganggapnya sebagai aib, tabu jika ketahuan salah. Sebagian merasa takut jika dihukum atau dihakimi. Namun, jika diakui secara terbuka dan obyektif, kesalahan dapat menjadi pembelajaran dan proses pengembangan karakter yang efektif.
3. Menemukan Titik Kritis
Banyak pemicu yang membuat sebuah kesalahan bisa terjadi. Titik dimana sering terjadi kesalahan disebut sebagai titik kritis. Titik orang bisa berasumsi, seakan-akan serupa padahal tak sama. Banyak keputusan keliru atau kesalahpahaman terjadi karena asumsi.
Titik kritis juga berarti kelemahan pribadi atau hal-hal yang perlu diwaspadai. Titik kritis tiap orang berbeda satu dengan yang lain. Ada yang pelupa, suka nekat, ragu-ragu, kuatir, apatis, mudah bosan, kurang inisiatif, perfeksionis, ceroboh dan lain-lain. Dengan menemukan titik kritis, kita bisa melakukan antisipasi untuk menghindari kesalahan.
4. Komitmen Perbaikan
Ada pepatah mengatakan, langkah terakhir menentukan. Tapi perbaikan perlu dilakukan sesegera mungkin, jangan tunggu saat terakhir baru mau berubah. Karena mungkin kesempatan sudah berlalu tanpa menunggu kita.
Langkah perbaikan membutuhkan komitmen, karena kita cenderung mengulang kesalahan yang sama. Jika kita bisa belajar dan memperbaiki kekurangan yang ada, maka kita memiliki pengalaman untuk tidak jatuh pada kegagalan yang sama.
5. Melakukan Restitusi
Restitusi sering kurang lazim dilakukan. Namun, ada proses pemulihan yang membutuhkan penggantian kerugian baik moral juga material. Jika ada pihak-pihak yang telah dirugikan, maka kita perlu melakukan restitusi.
Tapi, restitusi bukan berarti segalanya telah impas. Restitusi tidak menghapus kesalahan yang telah dibuat. Tapi lebih merupakan penggantian kerugian sepatutnya sebagai konsekuensi atas sebuah kesalahan.
The Word of Wisdom
Ketelitian menghindarkan kekeliruan
Koreksi mencegah kesalahan-kesalahan besar

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : Imperfect Competition

Kita ingin lebih baik dari orang lain, tapi kita berpikir orang lain lebih baik dari kita,
lalu kita berpikir bagaimana agar keinginan kita bisa tercapai.

Persaingan Setua Umur Manusia
Persaingan diawali dengan naluri untuk menang. Yang menang akan berkuasa atas yang kalah. Pemenang mendapat lebih banyak, lebih baik dan lebih terhormat. Kemenangan selalu memberikan keutamaan.
Dalam situasi kompetisi yang sangat ketat saat ini, kita ditantang agar mampu untuk survive dan sukses. Prinsip konvensional untuk menang dan sukses adalah dengan mengalahkan para pesaing kita. Siapa kuat dia menang. Namun kondisi seperti ini menjadi semakin tidak kondusif. Ada pemenang dari sekian banyak yang kalah. Dan, yang kalah tentu tidak tinggal diam, tapi akan membuat perlawanan lagi.
Tanpa sadar akhirnya kita terjebak dalam situasi persaingan yang tidak sehat. Berbagai cara dihalalkan untuk berhasil. Karena itu harus disadari bahwa situasi ini hanya akan merugikan semua pihak. Persaingan yang tidak sehat memicu kebencian, dendam, kemarahan, dan akhirnya menimbulkan perpecahan.
Mengapa Terjadi?
Ketika raja Daud menjadi tua, maka tentu saja salah seorang dari anak-anaknya akan diangkat menjadi raja menggantikan ayah mereka. Berbagai intrik lalu terjadi. Hal ini sangat memilukan hati raja. Berawal dari sikap ambisi yang menghalalkan segala cara, persaingan yang tidak sehat segera memicu perang terbuka antar saudara.
Situasi persaingan bukan hanya melanda kalangan monarki, tapi juga ada di setiap lini kehidupan kita. Di tengah keluarga, sekolah, dunia kerja, bisnis, politik, bahkan di lingkungan keagamaan sekali pun, persaingan selalu hadir dengan wajah yang berbeda.
Masalah terjadi ketika persaingan berubah menjadi tidak sehat. Berbagai kendala dan kerugian segera menghadang. Nilai-nilai kebajikan terabaikan dan terinjak-injak. Bahkan hubungan menjadi bubar dan relasi jadi terisolasi. Sedangkan yang tersisa hanya kebencian dan perpecahan, ambisi dan kecurangan.
Indikasi Terjadinya Persaingan Tak Sehat
Persaingan bisa terjadi selama kita masih memiliki berbagai keinginan dan cita-cita. Keinginan bukan dosa. Cita-cita itu berguna dan perlu. Tetapi dapat seketika berubah menjadi bencana jika dipicu oleh situasi dan berbagai aspek yang tidak tepat. Indikasinya dapat segera diwaspadai dengan memahami situasi yang berlangsung.
Persaingan tidak sehat dipicu oleh 5 aspek berikut :
  • Dilandasi oleh motivasi yang keliru.
  • Diukur dengan penilaian dan persepsi yang salah.
  • Dilakukan dengan cara-cara atau trik yang tidak benar.
  • Diwarnai dengan sikap emosional, reaktif, impulsif, asumsi, dan prasangka.
  • Dampaknya negatif bagi semua pihak.
Karakter unggul untuk membangun kompetisi yang sehat
1. Respect
Sikap menghargai dimulai dengan belajar menghargai diri sendiri. Mengenal, menerima dan mengembangkan potensi pribadi membuat kita memiliki keyakinan atau self confidence yang kuat. Kita juga dapat menghargai kesuksesan orang lain yang lahir dari potensi, perjuangan dan ketekunan mereka. Sikap respek mendorong kita untuk berkompetisi secara sehat dan maksimal. Sedang dari sisi networking, kompetisi bahkan bisa diubah menjadi sinergi dengan win-win solution.
2. Fairness
Rasa keadilan selalu lahir dari integritas seseorang, dari hati nuraninya yang murni. Sedangkan kecurangan timbul karena sikap iri hati. Keadilan merupakan kompas atau jarum penunjuk bagi ” Do and Don’t ” sebuah kompetisi. Tanpa sikap fair, kita cenderung untuk mencari jalan pintas dengan menghalalkan segala cara. Akhirnya kita terjebak dalam persaingan yang tidak sehat.
3. Sportivity
Sportifitas berasal dari kata sport atau olah raga. Dalam dunia olah raga, kompetisi adalah mutlak. Dalam tiap pertandingan olah raga ada aturan main yang jelas dan harus ditaati oleh semua peserta. Memiliki sikap sportif berarti ada kebesaran hati untuk mengakui keunggulan orang lain, namun tetap rendah hati ketika kita mendahului mereka.

The Word of Wisdom
Respect, fairness and sportivity are the pillars of perfect competitions



sumber : beritanet.com


Minggu, Juni 21, 2009

FOTO ACTIVITY - TRAINING


Training "MOTIVASI BERPRESTASI" bersama Yayasan Nurul Insan Bercahaya _ Depok


Training Motivasi Berprestasi bersama Bakrie School of Management, Jakarta


Training "KONSEP DIRI" bersama DKM PT Garuda Maintenance Facilities (GMF), Tangerang

Rabu, Juni 10, 2009

Foto Kegiatan Training


Training "MOTIVASI AMAL" dengan LDK Univ. Tanjungpura, Pontianak Kalimantan Barat.


Training "POSITIF LEARNING" dan "CHANGE COMMITMENT" Pelatihan Dasar Kepemipinan Pemuda, Fak. Teknik Univ. Tanjungpura, Pontianak Kalimantan Barat



Training "CHARACTER BUILDING" dengan BEM Univ. Negeri Yogyakarta


Training "KESEHATAN MENTAL" DIKLAT Prajab Dept. Agama RI_ 1


Training "KESEHATAN MENTAL" DIKLAT Prajab Dept. Agama RI_ 2

Service Excellent : 10 Tips untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan



Apakah hubungan antara “pemasaran” dan “layanan pelanggan”? Jawabannya sederhana. Pemasaran yang baik akan menarik konsumen untuk membeli produk atau jasa. Layanan konsumen yang baik akan membuat konsumen kembali melakukan transaksi lagi.

Pemasaran yang baik memerlukan banyak energi, kreativitas dan biasanya anggaran yang besar. Sebaliknya, layanan konsumen yang baik sering kali jauh lebih sederhana dan memerlukan biaya yang jauh lebih sedikit!

Layanan konsumen adalah kunci keberhasilan perusahaan. Mengapa? Logikanya sederhana: Orang lebih suka melakukan transaksi dengan orang-orang yang mereka sukai.

Berikut ini 10 tips sederhana untuk memberikan layanan kepada pelanggan dengan lebih baik.

1. Tersenyumlah! Senyum sangatlah mudah dan penting. Banyak karyawan tidak tersenyum karena: lupa, frustasi bekerja, dan sudah letih tersenyum. Sang resepsionis mungkin telah tersenyum kepada 120 pelanggan sebelumnya dan sudah kecapaian untuk melakukannya lagi. Namun bagi pelanggan, inilah kali pertama dia tempat Anda! Jadi, tersenyumlah.
2. Bayangkan Anda berada di posisinya! Jika Anda sedang melayani pelanggan dan mereka perlu sesuatu, bayangkan Andalah yang membutuhkan bantuan tersebut. Pelayanan seperti apa yang ingin Anda terima dan membuat Anda puas? Bayangkanlah Anda berada di posisi pelanggan. Bersikaplah lebih simpatik.
3. Ulangi permintaan pelanggan. Sebelum memproses permintaan pelanggan Anda, katakan selalu “Saya ingin memastikan bahwa Anda ingin bla, bla, bla... Apakah demikian?” Tindakan sederhana ini menunjukkan bahwa Anda benar-benar ingin memahami permintaannya dengan tepat, dan pelanggan diyakinkan bahwa Anda telah memahaminya dengan tepat.
4. Lakukan pengecekan ulang. Jika pelanggan Anda memesan satu produk yang Anda tahu pasti sudah habis, sebaiknya katakan, “Saya yakin persediaan produk ini sudah habis. Namun, beri saya waktu untuk mengecek ulang untuk memastikannya...” Pelanggan akan lebih puas dengan jawaban Anda karena dia tahu bahwa Anda “benar-benar” berusaha melakukan pengecekan ulang.
5. Pusatkan perhatian pada pelanggan. Kontak mata yang baik merupakan aspek yang paling penting dalam komunikasi tatap muka. Hal ini menunjukkan bahwa Anda menyimak dengan cermat apa yang dikatakan pelanggan. Jangan mengalihkan pandangan ketika pelanggan berbicara dan menjelaskan persoalannya kepada Anda. Ketika berbicara melalui telepon, Anda dapat memusatkan perhatian dengan tidak mengetik/menulis/membaca apa pun kecuali hal itu terkait dengan yang dikatakan pelanggan. Tetaplah memusatkan perhatian Anda pada pelanggan ketika berbicara dengannya.
6. Ajukan pertanyaan-pertanyaan. Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan interaksi dengan pelanggan adalah dengan menengarkan pendapat pelanggan dan mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi lebih jauh. Dengan demikian Anda dapat memahami masalah dan kebutuhan mereka dengan lebih baik sehingga dapat memberikan solusi yang lebih baik. Semuanya ini membantu Anda untuk memberikan layanan berkualitas tinggi kepada pelanggan Anda.
7. Jawablah dengan kalimat lengkap. Dalam dunia layanan yang baik kepada pelanggan, jawaban yang terdiri atas satu kata dianggap kasar. Hindari jawaban seperti “Ya”, “Tidak”, “Oke”, “Mungkin”, “Selesai” atau petunjuk dengan satu kata, seperti “Di sana”, “Besok”, dll. Jangan menggunakan kata-kata seperti “Mm”, “Huh??”, “Wah”, dll. Jawaban dengan satu kata menyampaikan kesan malas atau tidak profesional. Menjawab dengan kalimat lengkap menunjukkan citra yang lebih profesional bahwa Anda terpelajar dan berkarakter baik.
8. Berikan perhatian kepada anak-anak. Pelanggan yang mengajak anak-anaknya membuka peluang Anda memberikan layanan yang baik. Anda hanya perlu menunjukkan perhatian tulus kepada anaknya. Berbicaralah, bersendaguraulah, dan bermainlah dengannya. Berikan pujian kepadanya. Yang lebih baik, berjongkok atau berlututlah di samping anak tersebut. Semuanya ini membuat orangtuanya senang. Jadi jangan pernah abaikan anak-anak.
9. Lakukan tindak lanjut. Sehari setelah saya membeli handphone, staf penjualan menelepon saya untuk menanyakan apakah handphone saya berfungsi dengan baik, apakah saya membutuhkan bantuannya untuk menggunakan fitur-fitur yang ada. Dia juga memberikan tips sederhana mengenai cara yang tepat mengisi baterai untuk memperpanjang masa pakainya! Tindakan sederhana, tidak lebih dari 3 menit, tidak butuh banyak biaya, namun benar-benar membuat saya terkesan! Wow!
10. Berikan layanan ekstra. Lakukan sesuatu yang menunjukkan perhatian Anda kepada kebutuhan pelanggan. Semua anak kecil suka hadiah. Demikian juga dengan orang dewasa! Temukan kesempatan untuk membuat pelanggan Anda senang dengan memberi hadiah sederhana: gelang kunci, penindih kertas, cangkir, dll. Mereka akan memiliki kesan khusus terhadap pemberian tersebut.

Jadi, 10 tips tersebut tidak sulit dilakukan, bukan? Pertanyaannya, “Kapan Anda dan para staf Anda akan memulainya?

penulis : James Gwee

Sabtu, Juni 06, 2009

Marketing Selling : EVOLUSI MARKETING


Perjalanan konsep pemasaran (marketing) telah melewati beberapa fase.Perusahaan harus mempertimbangkan misi,visi,dan nilai.Sementara perorangan harus mempertimbangkan pikiran.

Perubahan perilaku konsumen dan pasar menuntut perbaikan strategi pemasaran. Menurut guru pemasaran Philip Kotler, perubahan pola pemasaran paling tidak terbagi dalam tiga fase yakni pemasaran transaksional (pemasaran tradisional/ transactional marketing) yang terjadi pada era 1950-an, pemasaran relasional (relationship marketing) yang terjadi pada era 1980-an, serta pemasaran kolaboratif (collaborative marketing) yang terjadi pada era pasca-2000.

Philip Kotler yang juga dijuluki sebagai Bapak Marketing Modern ini menegaskan ada beberapa perbedaan fundamental dalam setiap fase perkembangan praktik pemasaran. Pada pola pemasaran transaksional, pandangan nilai yang dilakukan adalah perusahaan menawarkan sebuah pertukaran sehingga pandangan terhadap pasar didasarkan pada tempat di mana nilai tersebut dipertukarkan.

Peranan konsumen dalam fase ini hanya sebagai pembeli pasif, yang menjadi objek target penawaran. Perusahaan berperan mendefinisikan atau menciptakan nilai-nilai bagi pelanggan.Pola interaksi konsumen dan perusahaan hanya didasarkan pada survei konsumen untuk memperoleh informasi kebutuhan dan tanggapan mereka (konsumen).

Sementara pada fase pemasaran relasional, pandangan nilai didasarkan pada hubungan konsumen dan produsen dalam jangka waktu lama. Sedangkan pandangan pasar didasarkan pada beragamnya penawaran yang muncul. Pada fase ini terjadi relasi atau hubungan yang cukup erat antara konsumen dan produsen.

Perusahaan berperan menarik perhatian konsumen melalui pengembangan pola pemasaran yang menguntungkan konsumen itu sendiri. Pola relasinya dilakukan dengan pengamatan dan pemahaman terhadap konsumen secara adaptif. Dalam fase pemasaran kolaboratif, nilai yang dikembangkan berdasarkan pengalaman bersama antara produsen dan konsumen dalam memikirkan produk yang akan dikembangkan.

Pandangan pasar pada fase ini adalah sebuah forum di mana nilai itu dilakukan secara bekerja sama melalui dialog. Perusahaan berperan mendorong konsumen untuk mendefinisikan dan bekerja sama menciptakan nilai-nilai yang unik pada sebuah produk. Pola relasinya bersifat dialog aktif antara perusahaan dan konsumen dan komunitas lainnya.

Melihat ketiga fase tersebut, ada beberapa pergeseran utama dalam dunia pemasaran. Menurut Kotler,kegiatan pemasaran sebelumnya hanya dilakukan oleh divisi pemasaran. Kini setiap orang bisa melakukan pemasaran. Jika sebelumnya hanya diorganisasi unit produk,kini diorganisasi segmen pasar. Di masa lalu sebuah perusahaan harus memproduksi semua komponen produk, kini pola out-sourcing menjadi tren.

Sebelumnya perusahaan juga selalu melibatkan banyak supplier,kini sebaliknya. “Sebelumnya perusahaan-perusahaan sangat perhatian terhadap aset nyata yang berwujud (tangible assets). Kini perhatian perusahaan lebih tertuju pada asetaset tak berwujud (intangible assets). Dulu perusahaan membangun citra (brand) melalui iklan, kini melalui kinerja yang baik dan komunikasi yang terintegrasi,” ujar Kotler dalam acara Seminar Sehari “Marketing in Turbulent Times : Discovering Opportunities in a Recession with Chaotic Management System” yang diselenggarakan MarkPlus Inc di Jakarta (27/5).

Sisi metode penjualan juga mengalami perubahan. Dulu hanya dilakukan melalui toko (offline),kini dilakukan secara online. Sebelumnya penjualan dilakukan kepada setiap orang (perorangan),kini penjualan dilakukan dengan cara menjadi perusahaan terbaik dalam memberikan kepuasan terhadap target konsumen.

Jika sebelumnya perusahaan hanya fokus pada keuntungan hari ini, kini lebih fokus terhadap nilai-nilai bagi pelanggan dalam jangka panjang. Sebelumnya perusahaan lebih fokus pada bagaimana meningkatkan bagian dari kue pasar yang ada, kini lebih fokus pada mendapatkan pelanggan. Secara cakupan geografis, sebelumnya perusahaan lebih suka bersifat lokal,kini gabungan antara global dan lokal.

Jika dulu lebih fokus pada catatan keuangan,kini lebih perhatian pada catatan pemasaran. Terakhir, jika sebelumnya lebih fokus pada kepentingan pemegang saham,kini harus perhatian terhadap kepentingan seluruh stakeholder. Perusahaan yang sadar akan perubahan pola pemasaran ini juga harus berperan dalam memberdayakan konsumen.

Terutama jika sebelumnya informasi dari perusahaan ke konsumen bersifat satu arah, kini harus mempertimbangkan prinsip demokrasi. Artinya, dulu informasi yang ada sangat jarang diberikan, kini konsumen bisa mendapatkan informasi dari mana saja.Sebelumnya pelanggan tidak memiliki pemahaman yang baik terkait informasi perusahaan, kini konsumen menjadi lebih kritis dan memiliki pemahaman yang lebih baik.

Pertukaran informasi sebelumnya bersifat monolog, kini sebaliknya. Jika sebelumnya pemasaran bersifat perintah dan mengendalikan, kini harus bersifat kolaboratif dan berjaringan. Dengan demikian, terjadi pergeseran dalam jejaring kegiatan ekonomi. Menurut Kotler, dulu sangat dikenal dengan istilah ekonomi industri, kini berubah menjadi ekonomi jaringan.

Penjelasannya, di masa lalu seorang pegawai pemasaran dalam perusahaan layaknya seorang pemburu, kini dia harus mengubah pola kerjanya menjadi tukang kebun. Artinya, dia harus menyisir semua lahan untuk melayani semua konsumen. Sebelumnya pelanggan hanya dianggap sebagai objek, kini konsumen harus dianggap sebagai relasi.

Demikian juga kegiatan pemasaran yang sebelumnya hanya untuk memaksimalkan transaksi, kini seorang pemasar harus berupaya mengoptimalkan nilai bagi pelanggan seumur hidup. Produk atau jasa yang ditawarkan sebelumnya biasanya bersifat standar, kini harus bisa menawarkan produk atau jasa sesuai keinginan konsumen. Akhirnya pemasar tidak lagi berinisiatif memulai komunikasi,tetapi konsumen yang memulainya.

Dari Monolog ke Dialog

Pola pemasaran dari monolog ke dialog sebenarnya juga sudah menjadi perhatian banyak praktisi pemasaran di dunia. Dalam hasil penelitian Economic Intelligence Unit (EIU) yang berjudul: The Future of Marketing From Monologue to Dialogueditemukan,dalam beberapa tahun silam kegiatan pemasaran masih bersifat monolog (satu arah).

Para praktisi pemasaran menginvestasikan waktu, bakat, dan uang untuk menyampaikan pesan yang didesain untuk bisa mencapai beberapa tahap penjualan. Di antaranya memberikan pemahaman tentang suatu produk kepada konsumen, penelitian, pertimbangan, uji coba produk, negosiasi, dan transaksi.

Tetapi pada 2004 sudah ada bukti contoh pemasaran metode dialog (dua arah) antara konsumen dan beberapa brandproduk dunia. Didorong dengan inovasi,kompetisi, dan pergeseran utama perilaku konsumen, dialog antara produsen dan konsumen telah menghilangkan bentuk praktik pemasaran tradisional.

Dalam survei yang melibatkan 228 responden praktisi pemasaran senior perusahaan dunia itu juga diungkapkan beberapa hasil kunci di antaranya para chief marketing officer (CMO) merasa perlu untuk memikirkan kembali empat elemen utama dalam kegiatan pemasaran mereka yakni pekerjaan branding (pencitraan), integrasi, pengukuran, dan akuntabilitas, serta organisasi internal untuk mengembangkan pemasaran online maupun offline agar pemasaran tersebut relevan, terukur, akuntabel, dan berdampak pada pertumbuhan signifikan untuk meraih pasar.

sumber : Sindo, Sunday, 31 May 2009

Rabu, Juni 03, 2009

Pengembangan Diri : The Power of Self Introspection

Mengapa Perlu Introspeksi

Sebuah kapal yang akan berlayar pasti membutuhkan petunjuk arah. Namun tak kalah pentingnya adalah selalu mengetahui posisi yang benar ketika di lautan lepas. Karena sedikit kekeliruan membuat kapal tersesat dan kehilangan arah.

Demikian halnya kehidupan kita. Secara berkala kita perlu evaluasi. Ada banyak peristiwa dimana kita harus belajar dan membiasakan introspeksi diri. Bercermin untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan pribadi, agar dapat mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.

Introspeksi diri sangat diperlukan karena :

  • Proses tidak selalu berjalan konstan
  • Pengalaman yang serupa tidak selalu memberi hasil yang sama
  • Selalu ada keterbatasan dan perbedaan sudut pandang
  • Tiap masalah memiliki titik kritis tersendiri.


Bagaimana membangun sikap introspeksi diri

1. Memahami kelemahan pribadi

Introspeksi diri diawali dengan sikap rendah hati. Menyadari bahwa kita tidak luput dari kekeliruan atau kesalahan. Orang yang sombong tidak mau melakukan evaluasi diri karena selalu merasa benar. Akibatnya tidak ada pertumbuhan pribadi, karena hanya bersikap menyalahkan orang lain, situasi atau bahkan Tuhan.

Memahami titik kritis berarti memiliki sikap waspada dan antisipasi. Kemampuan untuk menjaga diri dan mewaspadai situasi sebelum terjadi hal-hal yang fatal.

2. Agenda introspeksi

Kapan dan apa saja dalam diri kita yang perlu untuk dievaluasi?
Pertama, sebelum melakukan sesuatu. Ada pepatah mengatakan bahwa orang yang mau membangun menara pasti akan memperhitungkan anggaran biayanya. Introspeksi dalam hal langkah awal yang harus dilakukan, bagaimana rencana dan kesanggupan atau sumber-sumber yang kita miliki.

Kedua, ketika sedang melakukan sesuatu. Introspeksi diperlukan untuk mencegah agar tidak terlanjur lebih jauh lagi jika ternyata ada kekeliruan. Hal-hal yang perlu di evaluasi adalah metode dan cara, asumsi dan pandangan, pengetahuan dan keahlian yang digunakan. Proses antisipasi titik kritis dan langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.

Ketiga, setelah melakukan sesuatu. Pengalaman selalu merupakan guru yang terbaik. Introspeksi diri berguna untuk tindakan perbaikan atau recovery jika terjadi kekeliruan. Atau menjadi pembelajaran agar kelak kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

3. Proses menuju pribadi yang lebih baik

Introspeksi diri bukan berarti bersikap menghakimi atau menyalahkan diri sendiri. Tetapi bentuk kebesaran hati untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri. Orang yang sulit melakukan introspeksi diri cenderung bersikap kekanak-kanakan. Karena kedewasaan dan kematangan pribadi lahir dari keterbukaan untuk mengevaluasi dan mengembangkan diri sendiri.

The Word of Wisdom
Pengalaman tanpa pembelajaran adalah sia-sia,
pembelajaran tanpa pengalaman adalah hampa.

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : Intrapreneurship Character

KARAKTER KEWIRASWASTAAN

... Apa pun yang Anda perbuat dan kerjakan, lakukanlah itu seperti kepada Tuhan


Situasi krisis tidak pandang bulu, kita semua bisa terkena imbasnya. Kita harus berusaha dan berjuang sungguh-sungguh agar dapat menghadapi krisis dengan bijak. Beruntung perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh usaha-usaha kecil, sehingga pertumbuhan ekonomi masih dapat dijaga.

Usaha-usaha mikro dan kecil nampaknya bisa menjadi basis ketahanan ekonomi yang signifikan. Rata-rata mereka adalah pelaku usaha yang tabah dan tekun. Berjuang karena mempertahankan hidup dan eksistensi usaha mereka. Karakter apakah yang dimiliki oleh para wiraswasta ini?

Entrepreneur ataukah Intrapreneur?

Kita sering mendengar istilah “entrepreneur” atau “wiraswasta”. Artinya sikap sebagai pemilik usaha yang punya rasa tanggung jawab besar karena mengelola usaha miliknya sendiri. Seorang wiraswasta akan berjuang sungguh-sungguh sepenuh hati untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya.

Sedangkan ”intrapreneurship” punya arti yang sama, tapi fungsi berbeda. Intrapreneurship adalah bersikap wiraswasta, tapi dalam kapasitas sebagai karyawan. Memiliki tanggung jawab dan respons sebagai pemilik usaha walaupun dia karyawan. Ternyata, karakter inilah yang membuat perusahaan sanggup menghadapi persaingan dan mengatasi krisis.

Sebaliknya ada karyawan yang “merasa memiliki” perusahaan sehingga bekerja sesuka hati dan mengambil keuntungan hanya bagi dirinya sendiri. Sikap seperti ini justru bukan intrapreneurship, tetapi mentalitas benalu. Banyak perusahaan besar yang mengalami kejatuhan karena karyawan bahkan pemimpinnya memiliki mentalitas benalu.

Karakter apa yang dimiliki seorang Intrapreneur?

1. Proaktif
Saat ini semakin banyak pengangguran, tapi dunia usaha tetap mengeluh sulit mencari karyawan. Sikap proaktif adalah antusias, inisiatif, dan kreatif. Banyak orang hanya menunggu diperintah. Melakukan apa yang ingin dilakukan, bukan apa yang seharusnya dilakukan. Kondisi ini menjadi penghalang utama dalam kompetisi usaha. Jika perusahaan lemah, karyawan juga sulit dipertahankan.

2. Loyalitas
Sikap intrapreneurship bagi karyawan ialah loyalitas. Loyalitas adalah suatu komitmen jangka panjang untuk dukungan, pengorbanan, dan pembelaan kepada perusahaan. Loyalitas tidak dinilai pada masa senang, tetapi justru bagaimana respons kita pada masa-masa sulit.

3. Ketekunan
Ketekunan membawa hikmah, karena dalam ketekunan ada pengharapan. Orang yang tekun selalu dapat melihat keuntungan dari hasil kerjanya. Ada cerita mengenai dua bersaudara anak petani. Ketika akan meninggal, sang petani berpesan bahwa ia sudah menimbun harta warisan di tanah pertanian mereka.
Setelah meninggal, kedua anaknya segera menggali dan mencangkul tanah pertanian itu. Namun harta itu belum ditemukan. Anak pertama dengan kecewa meninggalkan tanah pertanian dan pergi ke kota. Tapi, anak kedua merasa sayang jika tanah pertanian itu dibiarkan. Ia menanam kentang dan mendapat hasil panen yang luar biasa. Ternyata itulah harta yang ditinggalkan ayahnya. Ketekunan tidak pernah sia-sia.

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : The Power of Resourcefulness - Kekuatan Mendayagunakan

Kekuatan Mendayagunakan

Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya


Krisis terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan. Karena kebutuhan jauh lebih besar dari pasokan yang tersedia. Kita memiliki sumber daya sebagai aset yang dianugerahkan oleh Tuhan secara gratis. Sumber daya alam, talenta dan potensi pribadi, waktu, tenaga, pikiran, memang dimiliki secara cuma-cuma, tapi bukan berarti itu untuk disia-siakan. Tingkat persaingan yang tinggi membutuhkan kreativitas dan kebijakan dalam pengelolaan sumber daya. Situasi yang semakin tidak menentu, mendorong kita agar mampu melakukan evaluasi dan antisipasi. Kita harus menyadari betapa banyak hal yang telah disia-siakan selama ini. Menghadapi situasi krisis, kita harus bersikap kreatif dan bijaksana dalam mengelola sumber daya dan aset yang dimiliki.

Pola Pikir dan Gaya Hidup
Ciri dari karakter pendayagunaan adalah efektif dan efisien. Efektif berarti tepat guna. Sedangkan efisien adalah tepat daya. Penggunaan sumber daya yang tepat sasaran, jelas dan terkontrol pemakaiannya dengan hasil yang maksimal. Efektif adalah biaya sama dengan hasil. Efisien berarti biaya lebih kecil atau sama dengan hasil.
Efisiensi diawali dengan pola pikir dan gaya hidup. Hal ini membentuk kebiasaan sehari hari. Sering kali lingkungan yang makmur dan serba ada, cenderung membentuk sikap hidup kita yang kurang menghargai efisiensi. Sering kali efisien dikonotasikan dengan pelit atau kikir. Padahal efisien berarti memiliki antisipasi dan prioritas dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki. Itu berarti kita menghargai anugerah Tuhan dengan mengelola aset kita secara bijaksana.

Karakter Pendayagunaan
Karakter pendayagunaan dimulai dengan sikap hidup sehari-hari yang tepat. Diawali dengan cara mengelola pola pikir dan pola hidup kita. Orang yang memiliki prinsip pendayagunaan senantiasa berpikir secara prosentase. Misalkan kita dapat berhemat Rp2.000,- dari pembelian barang seharga Rp10.000,- itu bukan sekadar penghematan Rp2.000,- namun berarti telah menghemat 20%. Bukankah kita justru sering mengabaikan dan menganggap remeh hal-hal yang sederhana?

1. Prioritas
Kita harus belajar menentukan hal-hal yang penting dan mendesak. Bedakan antara keinginan dan kebutuhan. Dahulukan kebutuhan daripada keinginan. Karena keinginan tidak pernah puas, dan banyak keinginan sebenarnya bukan hal yang perlu.

2. Kreatif
Orang yang kreatif mampu melihat dari sisi yang berbeda. Benda-benda yang selama ini dibuang, mungkin masih bisa dimanfaatkan. Banyak karya seni yang indah berasal dari limbah yang selama ini diabaikan saja. Kreativitas tidak dapat dipadamkan, tapi sikap masa bodo dapat menghambat kreativitas. Orang yang kreatif pasti sanggup mengatasi krisis dan kesulitan hidup.

3. Rajin
Orang yang rajin memiliki antusiasme dan tujuan yang jelas. Kerajinan dibangun dari sikap optimis dan positif. Orang yang rajin mampu mengelola dan melipatgandakan aset yang dimiliki. Bagi orang yang malas, banyak hal menjadi sia-sia. Tapi tangan orang rajin membawa berkat dan keberuntungan.

Tips Praktis:
Repair – Reuse – Recycle
Bangun kemampuan melihat nilai benda, ide dan orang-orang di sekitar kita.
Gunakan secara bijak dan kreatif; waktu, potensi, pikiran, dan energi kita.
Antisipasi kebutuhan dan situasi di depan dengan apa yang
dimiliki sekarang.

Kembangkan pola hidup;
repair (perbaiki yang rusak),
reuse (penggunaan kembali), dan
recycle (daur ulang).

Berikan kepada orang lain atau jual barang-barang yang tidak digunakan lagi

The Word of Wisdom
Setiap sumber daya yang dimiliki wajib dikelola dengan efektif dan efisien

Pengembangan Diri : Time Management - Mengelola Waktu

"Segala sesuatu indah pada waktunya ..."

Kita semua memiliki aset yang berbeda dan beragam. Ada yang bersifat material seperti properti, perusahaan, saham, dan perhiasan. Atau yang bersifat keahlian seperti ilmu pengetahuan, atau kepiawaian dalam seni dan keterampilan. Bahkan aset fisik misalnya di bidang olahraga atau keindahan secara lahiriah.

Namun, ada aset yang dimiliki tiap orang secara sama dan merata, yaitu waktu. Kita diberi waktu secara gratis dan bebas untuk mengelolanya. Tapi mungkin karena gratis, maka tanpa sadar kita sering mengabaikan betapa berharganya ia. Waktu adalah aset yang paling sering disia-siakan dan dikorbankan. Padahal waktu berlalu dan takkan pernah kembali. Waktu tak dapat dihentikan dan tidak bisa diulangi.

Kita diberi kesempatan sekali saja dalam hidup. Kita sangat dibatasi oleh waktu. Namun tanpa sadar, banyak hal tak berguna telah menyita waktu kita yang sangat berharga. Akibatnya, kita sering hidup dalam tekanan. Dikejar-kejar target pekerjaan, tidak cukup waktu yang berkualitas bagi keluarga, atau kesehatan yang terganggu.

Pencuri dan Penghalang Waktu

Betapa sering kita mengeluh tidak punya waktu, sehingga banyak hal penting yang terabaikan. Namun jika dicermati, ternyata masalahnya bukan soal kekurangan waktu, tapi seberapa efektif kita memanfaatkan waktu itu.

Tanpa disadari, banyak aktivitas tidak penting yang sudah mencuri waktu kita. Biasanya kita bahkan punya berbagai alasan. Padahal, sikap atau kebiasaan buruk yang menghalangi kita menggunakan waktu secara efektif.

  • Rasa malas

Perasaan malas adalah hal yang wajar. Kita semua pernah mengalaminya. Namun, sangat keliru jika kita memupuk rasa malas itu. Karena akhirnya menjadi sikap buruk yang melekat dan sulit dihilangkan. Kemalasan membunuh produktivitas waktu.

  • Suka menunda

Banyak hal yang membuat kita suka menunda. Tapi yang paling sering karena sikap perfeksionis. Keinginan serba sempurna membuat kita sulit untuk memutuskan atau bertindak segera. Akhirnya kita kehilangan banyak waktu yang berharga.

  • Lamban

Kelambanan berarti pemborosan waktu. Waktu yang dipakai jauh lebih panjang dari yang seharusnya. Akhirnya pekerjaan menjadi tidak efisien, biaya menjadi mahal, dan kita tidak mampu bersaing.

  • Kehilangan prioritas

Kita mudah kehilangan prioritas jika tidak fokus. Prioritas berarti mampu membedakan mana penting dan mendesak. Kehilangan prioritas membuat kita gagal melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

  • Tidak ada perencanaan

Ada yang berpendapat bahwa hidup itu sebaiknya mengalir seperti air. Perencanaan itu kaku, membuat kita sulit bertindak fleksibel. Tentu saja ini adalah mitos yang keliru. Karena justru melalui perencanaan kita bisa membuat prediksi yang lebih matang dengan efisiensi waktu yang baik.

Mengelola Waktu Secara Bijaksana

Penundaan ataupun kelambanan selalu merugikan, bukan hanya diri sendiri tapi juga orang lain. Sikap menunda bagai musuh dalam selimut. Sepertinya menyenangkan namun sebenarnya sangat merugikan. Penundaan menghasilkan keterlambatan, dan keterlambatan tidak pernah memenangkan kompetisi.

Tips dalam mengelola waktu:

  1. Buatlah jadwal perencanaan dan kembangkan kebiasaan merencanakan.
  2. Tentukan prioritas kegiatan yang mendesak dan penting.
  3. Perhitungkan antara kualitas pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan.
  4. Aturlah keseimbangan waktu dalam hidup.
  5. Tetaplah fokus.

Sikap efektif terhadap waktu pada prinsipnya didasari dua aspek penting yaitu: bagaimana menghargai waktu dan menghargai orang lain. Karena keputusan dan tindakan kita tidak hanya memengaruhi diri pribadi, tapi juga orang lain. Untuk memotivasi diri, marilah kita berpikir untuk mengelola waktu dan membuat perencanaan seakan-akan hidup masih lama. Namun, kita harus siap sedia dan tidak menunda pekerjaan seolah-olah hidup akan berakhir besok.


The Word of Wisdom
Kualitas hidup kita ditentukan oleh kualitas waktu yang kita manfaatkan

Sumber : Beritanet.com

Pengembangan SDM : Meningkatkan Kreativitas di Tempat Kerja


Orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memikirkan bonus yang akan mereka terima tidak banyak melakukan pekerjaan kreatif.

“Kreativitas” adalah hal yang sangat populer belakangan ini. Setiap orang menyadari bahwa untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan, perusahaan-perusahaan harus kreatif. Namun, karena setiap orang mempelajari kreativitas dengan terburu-buru, mereka menyerap banyak informasi yang salah mengenai kreativitas.

Walaupun penting bagi Anda untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi tentang kreativitas, penting juga bagi Anda untuk menyadari konsep-konsep yang salah tentang kreativitas.

Berikut ini beberapa konsep yang salah tentang kreativitas:

1. Kreativitas hanya dihasilkan oleh tipe-tipe orang yang kreatif
Banyak orang memiliki gagasan yang salah bahwa kreativitas adalah bawaan sejak lahir dan oleh karenanya hanya orang-orang yang memiliki karunia tersebut dapat memikirkan ide-ide kreatif. Penelitian telah membuktikan bahwa siapa saja dengan kecerdasan normal mampu berpikir kreatif. Kreativitas tergantung pada beberapa faktor: pengalaman (termasuk pengetahuan dan keterampilan teknis), talenta, dan kemampuan untuk berpikir dengan cara-cara baru. Motivasi dari dalam diri sangat penting. Orang-orang yang menikmati dan termotivasi oleh pekerjaan mereka, sering kali memiliki ide-ide kreatif. Organisasi mencurahkan begitu banyak waktu dan usaha untuk membuat anggota-anggotanya berpikir kreatif. Namun, sebagian besar orang tidak dapat berpikir kreatif karena lingkungan kerja mereka sama sekali tidak mendorong pemikiran kreatif!

2. Uang memotivasi kreativitas
Uang bukanlah faktor penting untuk meningkatkan kreativitas seseorang. Sebaliknya, orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memikirkan bonus yang akan mereka terima sesungguhnya tidak banyak melakukan pekerjaan kreatif. Tentu saja, orang-orang perlu merasa bahwa mereka mendapatkan gaji yang layak. Namun, penelitian telah menunjukkan (dan sebagian besar dari kita akan sependapat) bahwa orang cenderung jauh lebih kreatif di lingkungan kerja tempat kreativitas didukung, dihargai dan diakui. Orang menginginkan kesempatan untuk dilibatkan secara penuh dalam pekerjaan mereka dan untuk membuat kemajuan yang nyata. Orang menjadi sangat kreatif ketika mereka mencintai pekerjaan mereka dan memaksimalkan keterampilan mereka.

3. Tekanan waktu menciptakan kreativitas
Pendapat umum menyatakan bahwa orang-orang menjadi sangat kreatif ketika mereka berada di bawah tekanan tenggat waktu. Namun, studi telah menunjukkan kenyataan yang sebaliknya. Orang menjadi paling tidak kreatif ketika mereka harus berjuang memenuhi target tenggat waktu. Kenyataannya, studi yang sama menemukan bahkan kreativitas orang-orang bahkan merosot pada hari-hari setelah batas tenggat waktu! Tekanan waktu tidak menciptakan suasana kondusif bagi kreativitas karena orang tidak memiliki waktu untuk memikirkan masalah secara mendalam. Sebagian besar ide muncul setelah orang diberi cukup waktu untuk membiarkan benih ide tersebut 'meresap' ke dalam pikirannya dan berkembang sampai matang.

4. Ketakutan mendorong terobosan
Konsep yang salah lainnya adalah ketakutan dan kesedihan meningkatkan kreativitas. Sebaliknya, studi menunjukkan bahwa sukacita dan kasih berdampak positif bagi kreativitas, sementara itu kemarahan, ketakutan dan kekhawatiran berdampak negatif bagi kreativitas. Penelitian menunjukkan bahwa orang memiliki kemungkinan terbesar untuk menghasilkan ide kreatif ketika mereka gembira, bahkan ketika kegembiraan itu mereka alami sehari sebelumnya! Ketika orang-orang bersukacita dengan pekerjaan mereka, kemungkinan besar mereka akan memikirkannya pada hari tersebut, mematangkan ide tersebut pada malam harinya dan menghasilkan ide kreatif pada hari berikutnya.

5. Pengurangan jumlah karyawan membuat orang menjadi kreatif
Tentu saja kebalikannyalah yang benar. Kreativitas mengalami kemerosotan tajam selama pengurangan karyawan. Akibat pengurangan jumlah karyawan, semua faktor yang kondusif bagi pemikiran kreatif mengalami penurunan. Antisipasi terhadap pengurangan jumlah karyawan dan kekhawatiran terhadap masa depan yang tidak pasti membuat mereka tidak antusias dengan pekerjaan mereka. Akibatnya, kreativitas merosot drastis.

Jadi, pahamilah fakta-fakta ini, dan mulailah mengembangkan lingkungan kerja tempat orang-orang dihargai atas usaha kreatif mereka.

Penulis : James Gwee, T.H., MBA

Pengembangan SDM : Menciptakan Kesan Positif di Tempat Kerja Baru


Kesan pertama memang penting. Singkatnya kesan pertama selama beberapa hari di kantor baru sangatlah penting bagi Anda. Kesan itulah yang akan menjadi label Anda di perusahaan tersebut.

Jika Anda menampilkan kesan baik sejak awal, selanjutnya keberadaan Anda di perusahaan akan berlangsung nyaman. Bila memulai dengan salah, Anda harus bekerja ekstra keras untuk memenangkan perasaan, kepercayaan, dan keyakinan atasan serta rekan kerja Anda. Hal ini dapat dihindari.

Saat bergabung dengan perusahaan baru, Anda akan diperhatikan banyak pihak. Perhatian itu dilakukan dengan berbagai motivasi.

  • Pimpinan baru akan menilai kecakapan dan sikap Anda.
  • Teman baru ingin tahu apakah Anda patut disambut dengan hangat dan ramah dalam tim.
  • Anak buah Anda ingin kenal siapakah orang baru yang akan mereka “patuhi” selama beberapa waktu ke depan.

Berikut beberapa tips untuk menolong Anda memulai minggu pertama di tempat kerja baru dengan cara yang benar.

1. Tepat Waktu
Poin ini sering disebut dan tampak klise. Tapi yakinlah, sebenarnya hal ini tidak klise. Suka atau tidak, seorang pemimpin pasti memperhatikan pukul berapa Anda tiba di kantor, khususnya selama beberapa minggu pertama Anda bekerja.
Datang di kantor tepat waktu dalam beberapa hari pertama menunjukkan bahwa Anda:

  • antusias dan serius dengan pekerjaan.
  • menghargai sebagai orang terpilih di antara pelamar lainnya.
  • dapat mengatur waktu, maka Anda pun pasti dapat mengatur diri sendiri.
  • bersikap profesional dalam bekerja.

Ingatlah, atasan baru Anda sedang mengawasi Anda. Memeriksa dan memperhatikan apakah ia telah memilih orang yang tepat. Bawahan Anda juga memperhatikan seberapa disiplin atasan baru mereka.
Jadi, untuk menarik perhatian, tepat waktulah dalam minggu pertama di tempat kerja Anda yang baru.

2. Mendengar dan Perhatian
Di banyak perusahaan, beberapa hari pertama kerja ada masa orientasi untuk menolong Anda terbiasa dengan kantor baru. Informasi yang diberikan biasanya meliputi:

  • Sejarah/profil perusahaan.
  • Visi dan misi perusahaan.
  • Dasar-dasar bisnis perusahaan.
  • Cabang dan bagian-bagian perusahaan.
  • Siapa dan siapa (nama-nana orang penting dan jabatannya).
  • Sistem perusahaan dan prosedur yang berlaku.
  • Tugas dan tanggung jawab pekerjaan Anda.
  • Bisnis perusahaan, klien, dan lain-lain.

Mendengarlah sesering mungkin dan berikanlah perhatian selama pertemuan berlangsung dengan:

  • Menunjukkan ketertarikan
  • Membuat catatan
  • Klarifikasi
  • Bertanya. Apa pun yang Anda lakukan, jangan pernah tertidur selama presentasi berlangsung!
  • Setelah presentasi, ingatlah poin-poin penting yang telah dibahas.

Harus Anda perhatikan dan ingat bahwa para pemimpin menyukai pegawai yang antusias, bekerja cekatan, cepat beradaptasi dan dapat mengingat orang-orang penting anggota organisasi/perusahaan.

3. Mengadakan Observasi
Selama satu minggu pertama, ketika orang-orang memperhatikan Anda, Anda juga harus memperhatikan orang lain. Lakukan observasi yang meliputi:

  • Kode etik bisnis perushaan. Anda tentu tidak ingin terlibat dalam perusahaan yang menipu klien atau melakukan bisnis ilegal.
  • Pimpinan Anda. Nilai-nilai prinsipil, sifat dan karakternya, apa yang disukai dan tidak disukai, prioritasnya. Jika mungkin, pahami filosofinya tentang hidup dan bisnis.
  • Anak buah Anda. Dalam keseharian siapa yang biasa memimpin mereka. Apakah mereka mendukung atau melawan menejemen perusahaan? Mengapa begitu?
  • Di mana kekuatan utama perusahaan? Divisi marketing, keuangan atau lainnya?
  • Siapa saja yang punya wewenang/kuasa di perushaan?
  • Siapa orang-orang atau siapa yang pendapatnya sangat berpengaruh dalam pembuatan keputusan?
  • Informasi apa saja yang beredar di perusahaan? Anda harus mengerti link kekuatan komunikasi informal.

Dengan kata lain, observasi dan temukanlah siapa saja pembuat “pergerakan” dan “pengguncang” (kehebohan dan manuver). Informasi seperti ini akan memberitahukan banyak tentang perusahaan dan kehidupan perusahaan selanjutnya.

Jadi, dalam beberapa minggu pertama di tempat baru akan menjadi hari-hari sibuk bagi Anda. Anda harus beradaptasi dengan pemimpin, rekan kerja, dan anak buah baru. Dalam hal ini penting untuk tetap bersikap tenang dan jangan menunjukkan temperamen yang sombong.

James Gwee T.H., MBA
Trainer & Seminar Speaker

Marketing Selling : The Truth About Selling (9-Conclusion)

In Part 1 of “The Truth About Selling”, I highlighted that the reality about selling is that, after you remove the jargon and the fancy names and terminologies, selling is about 4 main aspects, namely :

  1. Selling is a process
  2. Selling is a numbers game
  3. Selling is all about having good inter-personal communication and relationship
  4. Selling is all about discipline

I also explained the Sales Process and the fact that to excel as a sales person, you will have to excel in each and every stage of this sales process. The better you are at each stage, the better your performance as a sales person.

In “The Truth About Selling Parts 1,2,3,4,5,6,7 and 8 we had described the first 8 steps of the Sales Process in great detail. I hope that you can now see that Selling is a Process, and that each step is a technique and has to be properly mastered.

In this article, we shall Summarize all the points that we have explained in all the 8 previous articles.

Stage 1 – Leads & Referrals


“Leads” are to the sales person what blood is to the body. A good sales person must continually be able to generate new leads. There are several ways to generate leads.

§ From your existing circle of friends/relatives

§ From your extended circle of friends/relatives (friends of friends, friends of relatives, relatives of friends, relatives of relatives)

§ From people that you meet daily

§ Referral from happy and satisfied customers

Of the four sources of leads and referrals, the first and the last are the most promising. Successful sales people are continually getting an in-flow of good quality leads and referrals. So the question is simple.

§ Do you have a continuous in-flow of good quality leads ? If no, what do you have to do to get it ?

§ Are your existing clients actively giving you referrals ? If not, why ? Are they dissatisfied with your current level of support and service ? Or are you simply not asking them for it ?

Remember, without leads, your sales performance will dry up very quickly. This is the primary reason why some sales people seem to do very well in the first 2 years on the job, and then after that, their performance just goes down, down, down. Yet other sales people seem to bet better and better with the years. The main difference is their ability (or inability) to generate leads and referrals.

Stage 2 – Making Telephone Appointments

Once you have succeeded to get leads and referrals, the next step is to telephone these prospective clients to make an appointment to meet them. If you can’t even make an appointment to meet the prospective client, how are you ever going to have an opportunity to explain to him how your products/services can benefit him, much less sell to him ? Many sales people are extremely weak in Stage 2.

Even within this Telephone Stage, there are sub-processes.

  1. You will have to get past the “gatekeeper” (secretary, receptionist, etc) ! A good sales person has learnt all the necessary skills to get past the gatekeeper (not by out-tricking the gatekeeper !) but by getting the gatekeeper to help/co-operate with the sales person.
  2. After getting past the gatekeeper, you will speak directly with the decision-maker. You will then have to convince the decision maker that it is worth is time to see you face-to-face.

When you are telephoning to make an appointment, remember 2 basic principles :

§ Your ability to get an appointment by telephone is critical to your success as a sales person

§ You must not sell your product/services on the phone. The only thing that you are selling on the phone is an appointment !

Use Power Statements !

Stage 3 – Establishing Rapport

When you meet the potential customer, the human aspect of the interaction is most important. There is a popular saying in selling :

No rapport, no sale !

Establishing a good rapport with your customer so important because :

§ People buy based on 3 primary considerations:

  • Your Company (its reputation & reliability)
  • Your Product (as a solution to their problems / value for money, etc)
  • YOU

Of the 3 considerations, from my experience in Indonesia, number 3 (YOU) is still the most important deciding factor.

§ You need to gather as much information as possible about the prospective customer. You need to gather information such as his needs, his priorities, his constraints, his concerns, his doubts, his personalities, his budget, his hot buttons, the decision making process in his company, whether or not he is actually the decision-maker, the problems he is facing, whether or not he already has an existing supplier, if yes, is his relationship with the supplier good or bad, etc.

With the right information about the prospective client, you are now in a better position to design/propose a SOLUTION that is appropriate and matches with all the above. Yet incredibly, many sales people dive straight into product presentation without any fact-finding and still hope to get an order !!

Stage 4 – Presentation & Overcoming Objections

This stage could be relatively simple and smooth-sailing or a horrible nightmare ! It all depends on how much accurate fact-finding you have conducted in Stage 3.


If you had established a good rapport with the potential customer, truly uncovered his needs/problems/constraints/motivation to buy/the true decision-maker, etc then this Stage becomes quite smooth sailing because you will be offering him the exact solution to his problems and therefore he will have less objections.

Still, during the Presentation Stage, there are some basic principles that you have to observe.

How you present depends on whether you are presenting to an individual or a team (audience). Each type of audience will require some different approaches.

As part of the Presentation stage, you will inevitably face some Objections. Sales people must realize that objections are part of the sales presentation and that they have to prepare thoroughly to face objections. One way to do this is by preparing and having a Sales Script.

Stage 5 – Close The Deal !

For the sales person, this is the climax after having gone through the tedious, stressful and often painful stages 1,2,3 and 4. ! However, as with all the other stages of the selling process, there are proper techniques which can help you to improve your success stage. Sales people should learn to ask for the order from the very beginning.

The “Closing” or “Asking for the Order” is a PROCESS rather than an event. An effective sales person does not wait till the last part of his presentation / meeting to ask for the order. Instead, he is continually “conditioning” and preparing his customer for the stage “Yes” stage.

During the Closing stage, there are several points that you have to pay attention :

§ Watch against your Attitude during Closing time

§ There are things that you will have to do during closing time to calm the customer

§ You have to be competent at watching and correctly interpreting your customer’s body language

§ There are Closing Techniques that will be useful to help you to get the sale when you use them correctly


Stage 6 – The “Delivery” Stage

The Delivery Stage is a very important stage because it marks a CHANGE IN STATUS.

From PROSPECT to CUSTOMER / CLIENT

From SALES PERSON to BUSINESS PARTNER / RELIABLE FRIEND

From SELLING TO THE PROSPECT to SERVING THE CUSTOMER

From PROMISING TO DELIVER to DELIVERING THE PROMISE

This is the stage that the customer gets the FIRST EXPERIENCE (FIRST IMPRESSION) of the quality of your service and the service provided by your company.

This is the stage that the customer either feels that “Yes, you and your company are reliable and would be a good long term business partner”

Or

This is the stage that he sighs to himself “Oh boy ! Here is the beginning of my headaches ! I wish I had not bought from them !”

Therefore, the “Delivery” stage is the FIRST opportunity for the company (and the sales person) to show to the customer how responsible (or irresponsible!) he is in delivering his promise!

Stage 7 – The “Service” Stage

Many sales people have the WRONG attitude that selling process (and therefore their responsibility to the customer) ENDS at the Closing Stage (Stage 5). Consequently, they neglect Stages 6 and 7 and leave these stages to their colleagues in the Delivery Department, After-Sales Department, Customer Support Department, Technical Department, etc. This is NOT WRONG, but this practice creates disadvantages to the sales person himself !

Remember this

If you do not serve your customer well AFTER the sale, then you are depriving yourself for future sales (and referrals) that you could actually have got from these customers. It’s your loss.

Therefore, as a sales person, MUST take time and effort to service this customer.

Stage 8 – The “Follow-up and Cross-Sell” Stage

Stage 8 can be considered the most pleasant stage of the Sales Process. However, many sales people consider this stage to be the most awkward, embarrassing and difficult stage ! Why the contrast in opinion ?

The answer is very straight-forward.

The “Follow-up and Cross-Sell” Stage is pleasant if the sales person has serviced his customer well. It becomes awkward and embarrassing the sales person had disappointed his customer or had poor after-sales service.

So once again, the problems faced in Stage 8 are a direct consequence of neglecting Stages 6 (Delivery) & 7 (Service).

So, do you have a SYSTEM that REMINDS you when to follow-up on which customer ?

Understand and make full use of THE POWER OF 500

§ On average, a person knows 500 people. So if you know one person, you can actually gain access to 500 people. So every satisfied / happy customer is a door to 500 other potential customers ! So make maximum use of the Power of 500 and ask for a referral !

If you do not ask for a referral, how in the world will your customer know that you need his help ??!!!

Remember, Stage 8 is a HIDDEN GOLDMINE for the sales person who :

§ Performs very well in Stages 6 & 7, and

§ Who ASKS for referrals

So you can now see that selling is indeed a process. To become an effective and successful sales person, you must pay attention to EVERY stage of the selling process.

Penulis : James Gwee