Selasa, September 29, 2009

Pengembangan Diri : The Power Adversity

Kekuatan Daya Tahan
Semangat membangun kekuatan, harapan memupuk ketabahan
Kita semua menginginkan situasi yang menyenangkan. Kita merasa aman di zona nyaman. Dimana semua harapan terpenuhi. Kita memimpikan kehidupan seperti di taman bunga yang indah. Tapi ternyata hidup tidak seindah impian kita.
Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih. Semua orang menginginkan keuntungan. Namun tidak semua yang berhasil mendapat untung. Lebih sedikit lagi orang yang mampu mengubah kesulitan menjadi keuntungan. Cara pandang kita terhadap kesulitan menentukan bagaimana hasil akhirnya.
Masalah dan kesulitan bisa datang silih berganti. Tapi sikap dan respon kita ketika menghadapi masalah sangat mempengaruhi kemampuan kita untuk menanggungnya. Kita akan mudah merasa tak berdaya, stress, frustrasi bahkan putus asa jika kita menjadi emosional dan kehilangan akal sehat.
Burung rajawali memanfaatkan badai untuk terbang. Tekanan justru mengangkatnya lebih tinggi. Melalui kesulitan dan badai mereka bertumbuh dan mempertahankan hidupnya.

Realita Mengenai Tekanan Hidup
  1. Tekanan tidak melebihi kemampuan kita
  2. Tekanan pasti akan berakhir
  3. Tekanan menumbuhkan kekuatan
  4. Tekanan adalah kesempatan untuk mengembangkan diri

Kemampuan untuk Mengembangkan Daya Tahan
Daya tahan adalah kemampuan untuk menanggung kesusahan tanpa menyerah. Untuk tetap teguh dalam penderitaan atau kemalangan dengan tidak bersungut-sungut. Karena rasa kecewa dan persungutan hanya memerosotkan motivasi dan kekuatan diri. Jika kita memiliki daya tahan, kita memiliki ketabahan untuk mempertahankan stamina dan keseimbangan fisik, mental maupun rohani. Ketabahan membawa kita menjadi lebih dekat pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Daya dibangun dari 4 kemampuan yang terdiri atas :
1. Kemampuan untuk Mengendalikan Masalah
Masalah bagaikan gelombang yang datang bergulung dan menghantam pantai. Namun para penggemar surfing justru mencari tempat-tempat luar biasa di penjuru dunia untuk bisa ”mengendarai ombak”. Mereka menggunakan keberanian dan keahlian yang dimiliki agar tetap berada di permukaan air.
Sikap reaktif membuat kita sulit mengendalikan masalah, karena dipicu oleh emosi dan asumsi. Tapi dengan bersikap tenang kita dapat memilah-milah persoalan secara cermat. Kita sebaiknya tidak mencari-cari kesulitan, namun janganlah lari jika menghadapi masalah. Tapi hadapilah dengan sikap responsif dan kondusif.

2. Kemampuan untuk Menemukan Akar Masalah

Sebuah pohon yang ditebang akan kembali tumbuh jika akarnya masih ada. Suatu masalah akan terus timbul jika akarnya tidak ditemukan dan diselesaikan. Masalah bisa bersumber dari internal pribadi atau dari hal-hal yang sifatnya eksternal.
Namun kecenderungan untuk hanya mempersalahkan situasi atau orang lain, membuat kita sulit introspeksi diri dan bersikap waspada. Sebaliknya evaluasi diri dan mengakui titik kritis yang dimiliki, membuat kita cepat menyelesaikan masalah.

3. Kemampuan untuk Membatasi Jangkauan Pengaruh Masalah
Kita belajar dari bencana lumpur Lapindo. Meskipun belum dapat teratasi secara sempurna, namun tindakan awal yang dapat dilakukan adalah menahan luapan lumpur. Tanggul-tanggul dibangun untuk membatasi jangkauan lumpur tersebut.
Demikian pula dengan masalah yang dihadapi. Soal pribadi jangan melibatkan masalah umum atau kelompok. Masalah kantor sebaiknya tidak terkait dengan urusan keluarga dan sebaliknya. Dengan kemampuan bersikap tegas dengan menitikberatkan pada nilai-nilai, kita mampu membendung pengaruh masalah tersebut.

4. Kemampuan untuk Bertahan dan Menanggung Masalah
Ada keunikan dari burung bangau. Kakinya sangat kurus dan panjang. Namun jangan diremehkan, karena bangau sanggup berdiri satu kaki selama berjam-jam. Kita mungkin dengan mudah bisa berdiri dengan kaki sebelah. Tapi berapa lama?
Adversity tidak hanya dibangun dari seberapa besar masalah yang dihadapi tapi berapa lama kita sanggup untuk bertahan. Kesabaran dan ketekunan membuat kita lebih tangguh. Sedangkan sahabat, keluarga dan orang-orang sekitar kita akan menolong dan menghibur kita untuk bersikap tabah menghadapi masalah.


The Word of Wisdom
Kesuksesan tidak hanya diraih dengan kehebatan tapi juga ketabahan

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : Correcting The Mistake

Respons untuk Memperbaiki Kesalahan
Kesalahan bisa terjadi karena kelalaian diri sendiri ataupun faktor luar. Namun, selalu tersedia banyak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Banyak hal yang fatal terjadi bukan ketika kesalahan dilakukan, tapi justru karena respons kita yang keliru. Panik, takut, bingung, mencari kambing hitam atau berusaha membela diri dan menutup-nutupi kesalahan. Semua itu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat situasi menjadi lebih buruk lagi.
Sebaliknya, diperlukan titik balik untuk mengubah pandangan kita terhadap kesalahan. Kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, tapi bisa menjadi pijakan untuk permulaan baru. Kuncinya adalah kebesaran jiwa untuk mengakui kesalahan dan kerendahan hati untuk memperbaikinya.
1. Menerima Koreksi
Kita punya sepasang mata untuk melihat. Tapi semua tatapan orang tertuju pada diri kita, mereka melihat lebih baik. Artinya koreksi efektif berasal dari orang lain. Koreksi tidak selalu menyenangkan. Sering kali muka kita jadi merah saat dikoreksi. Seharusnya kita bersyukur karena ada orang yang mau peduli dan memberi masukan.
Tiap orang mungkin memiliki cara yang berbeda saat memberi koreksi atau input. Sebaiknya koreksi diterima dengan hati lapang. Namun kita juga perlu menyaring setiap koreksi apakah benar relevan dan bermanfaat.
2. Mengakui Kesalahan
Tak seorang pun yang luput dari sikap khilaf dan alpa. Kita pasti pernah membuat kesalahan. Tapi tidak semua orang mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya. Menutupi kesalahan seperti menyimpan bara dalam sekam. Suatu ketika pasti terbakar.
Banyak mitos keliru tentang kesalahan. Ada yang menganggapnya sebagai aib, tabu jika ketahuan salah. Sebagian merasa takut jika dihukum atau dihakimi. Namun, jika diakui secara terbuka dan obyektif, kesalahan dapat menjadi pembelajaran dan proses pengembangan karakter yang efektif.
3. Menemukan Titik Kritis
Banyak pemicu yang membuat sebuah kesalahan bisa terjadi. Titik dimana sering terjadi kesalahan disebut sebagai titik kritis. Titik orang bisa berasumsi, seakan-akan serupa padahal tak sama. Banyak keputusan keliru atau kesalahpahaman terjadi karena asumsi.
Titik kritis juga berarti kelemahan pribadi atau hal-hal yang perlu diwaspadai. Titik kritis tiap orang berbeda satu dengan yang lain. Ada yang pelupa, suka nekat, ragu-ragu, kuatir, apatis, mudah bosan, kurang inisiatif, perfeksionis, ceroboh dan lain-lain. Dengan menemukan titik kritis, kita bisa melakukan antisipasi untuk menghindari kesalahan.
4. Komitmen Perbaikan
Ada pepatah mengatakan, langkah terakhir menentukan. Tapi perbaikan perlu dilakukan sesegera mungkin, jangan tunggu saat terakhir baru mau berubah. Karena mungkin kesempatan sudah berlalu tanpa menunggu kita.
Langkah perbaikan membutuhkan komitmen, karena kita cenderung mengulang kesalahan yang sama. Jika kita bisa belajar dan memperbaiki kekurangan yang ada, maka kita memiliki pengalaman untuk tidak jatuh pada kegagalan yang sama.
5. Melakukan Restitusi
Restitusi sering kurang lazim dilakukan. Namun, ada proses pemulihan yang membutuhkan penggantian kerugian baik moral juga material. Jika ada pihak-pihak yang telah dirugikan, maka kita perlu melakukan restitusi.
Tapi, restitusi bukan berarti segalanya telah impas. Restitusi tidak menghapus kesalahan yang telah dibuat. Tapi lebih merupakan penggantian kerugian sepatutnya sebagai konsekuensi atas sebuah kesalahan.
The Word of Wisdom
Ketelitian menghindarkan kekeliruan
Koreksi mencegah kesalahan-kesalahan besar

sumber : beritanet.com

Pengembangan Diri : Imperfect Competition

Kita ingin lebih baik dari orang lain, tapi kita berpikir orang lain lebih baik dari kita,
lalu kita berpikir bagaimana agar keinginan kita bisa tercapai.

Persaingan Setua Umur Manusia
Persaingan diawali dengan naluri untuk menang. Yang menang akan berkuasa atas yang kalah. Pemenang mendapat lebih banyak, lebih baik dan lebih terhormat. Kemenangan selalu memberikan keutamaan.
Dalam situasi kompetisi yang sangat ketat saat ini, kita ditantang agar mampu untuk survive dan sukses. Prinsip konvensional untuk menang dan sukses adalah dengan mengalahkan para pesaing kita. Siapa kuat dia menang. Namun kondisi seperti ini menjadi semakin tidak kondusif. Ada pemenang dari sekian banyak yang kalah. Dan, yang kalah tentu tidak tinggal diam, tapi akan membuat perlawanan lagi.
Tanpa sadar akhirnya kita terjebak dalam situasi persaingan yang tidak sehat. Berbagai cara dihalalkan untuk berhasil. Karena itu harus disadari bahwa situasi ini hanya akan merugikan semua pihak. Persaingan yang tidak sehat memicu kebencian, dendam, kemarahan, dan akhirnya menimbulkan perpecahan.
Mengapa Terjadi?
Ketika raja Daud menjadi tua, maka tentu saja salah seorang dari anak-anaknya akan diangkat menjadi raja menggantikan ayah mereka. Berbagai intrik lalu terjadi. Hal ini sangat memilukan hati raja. Berawal dari sikap ambisi yang menghalalkan segala cara, persaingan yang tidak sehat segera memicu perang terbuka antar saudara.
Situasi persaingan bukan hanya melanda kalangan monarki, tapi juga ada di setiap lini kehidupan kita. Di tengah keluarga, sekolah, dunia kerja, bisnis, politik, bahkan di lingkungan keagamaan sekali pun, persaingan selalu hadir dengan wajah yang berbeda.
Masalah terjadi ketika persaingan berubah menjadi tidak sehat. Berbagai kendala dan kerugian segera menghadang. Nilai-nilai kebajikan terabaikan dan terinjak-injak. Bahkan hubungan menjadi bubar dan relasi jadi terisolasi. Sedangkan yang tersisa hanya kebencian dan perpecahan, ambisi dan kecurangan.
Indikasi Terjadinya Persaingan Tak Sehat
Persaingan bisa terjadi selama kita masih memiliki berbagai keinginan dan cita-cita. Keinginan bukan dosa. Cita-cita itu berguna dan perlu. Tetapi dapat seketika berubah menjadi bencana jika dipicu oleh situasi dan berbagai aspek yang tidak tepat. Indikasinya dapat segera diwaspadai dengan memahami situasi yang berlangsung.
Persaingan tidak sehat dipicu oleh 5 aspek berikut :
  • Dilandasi oleh motivasi yang keliru.
  • Diukur dengan penilaian dan persepsi yang salah.
  • Dilakukan dengan cara-cara atau trik yang tidak benar.
  • Diwarnai dengan sikap emosional, reaktif, impulsif, asumsi, dan prasangka.
  • Dampaknya negatif bagi semua pihak.
Karakter unggul untuk membangun kompetisi yang sehat
1. Respect
Sikap menghargai dimulai dengan belajar menghargai diri sendiri. Mengenal, menerima dan mengembangkan potensi pribadi membuat kita memiliki keyakinan atau self confidence yang kuat. Kita juga dapat menghargai kesuksesan orang lain yang lahir dari potensi, perjuangan dan ketekunan mereka. Sikap respek mendorong kita untuk berkompetisi secara sehat dan maksimal. Sedang dari sisi networking, kompetisi bahkan bisa diubah menjadi sinergi dengan win-win solution.
2. Fairness
Rasa keadilan selalu lahir dari integritas seseorang, dari hati nuraninya yang murni. Sedangkan kecurangan timbul karena sikap iri hati. Keadilan merupakan kompas atau jarum penunjuk bagi ” Do and Don’t ” sebuah kompetisi. Tanpa sikap fair, kita cenderung untuk mencari jalan pintas dengan menghalalkan segala cara. Akhirnya kita terjebak dalam persaingan yang tidak sehat.
3. Sportivity
Sportifitas berasal dari kata sport atau olah raga. Dalam dunia olah raga, kompetisi adalah mutlak. Dalam tiap pertandingan olah raga ada aturan main yang jelas dan harus ditaati oleh semua peserta. Memiliki sikap sportif berarti ada kebesaran hati untuk mengakui keunggulan orang lain, namun tetap rendah hati ketika kita mendahului mereka.

The Word of Wisdom
Respect, fairness and sportivity are the pillars of perfect competitions



sumber : beritanet.com