Selasa, Juni 02, 2009

Tokoh Inspirasi : Nathaniel Anthony Ayers, Penderita Gangguan Mental yang Sukses Menjadi Musisi


Nathaniel Anthony Ayers membuktikan bahwa dia mampu menginspirasi banyak orang dengan bakat musik yang luar biasa.Gangguan mental,schizophrenia, tak menghalangi nya untuk terus bermusik.

LAHIR 58 tahun silam dari keluarga Afro-Amerika di Cleveland, Amerika Serikat, Ayers dianugerahi bakat musik luar biasa. Bakat ini ditunjang dengan minat serta ambisi Ayers menjadi musisi hebat. Jalan hidup Ayers untuk menjadi musisi terasa semakin mudah saat dia menerima beasiswa dari sekolah musik Juilliard yang sangat bergengsi di New York pada pertengahan 1970-an.

Ayers merupakan satu dari sedikit mahasiswa berkulit hitam yang sanggup menembus masuk sekolah tersebut.Di sekolah itu Ayers memfokuskan diri untuk mempelajari bas serta cello. “Ayers memiliki bakat dan kemampuan luar biasa. Dia ditakdirkan untuk menjadi musisi hebat.

Saya selalu meyakinkan Ayers bahwa dia bisa menjadi orang hebat karena bakat, kecintaan, dan obsesinya pada musik,” tutur Harry Barnoff, guru musik bas di Cleveland Orchestra yang pernah mengajari Ayers di Juilliard School. Tapi dunia Ayers seolah runtuh saat dia divonis sebagain penderita schizophrenia.

Dia pun harus keluar dari Juilliard setelah sempat mengecap ilmu satu tahun di sana. Schizophrenia adalah kelainan otak yang kronis.Orang yang menderita schizophrenia dapat berbicara halhal yang tidak masuk akal, sering berhalusinasi,dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Ayers kemudian kembali ke rumah dan harus menjalani serangkaian terapi untuk menyembuhkan penyakit itu.

Setelah ibunya meninggal pada 2000 Ayers pindah ke Los Angeles karena mengira ayahnya tinggal di sana. Tanpa tempat tinggal dan pekerjaan tetap dia lantas menjadi gelandangan di kota itu. Dia terbiasa menghadapi kekerasan. Untuk tidur Ayers bahkan menggunakan biolanya sebagai bantal.

Demi menyambung hidup, dia mengamen dengan memanfaatkan alat-alat musik setengah rusak seperti biola yang senarnya tinggal dua atau cello yang tidak dipakai orang lagi. Sialnya, alat musik apa adanya ini pun sering dicuri orang. Selain mengamen di jalanan,Ayers bekerja di restoran-restoran fast food untuk mencari uang demi mengganti alat-alat musiknya yang dicuri.

Dia mempelajari biola secara autodidak dan mengaku sangat nyaman memainkan alat musik gesek itu. Kehidupannya mulai berubah saat Steve Lopez melihat permainan musiknya di Pershing Square, LA. Lopez yang tak lain kolumnis Los Angeles Times ini sangat tertarik dengan pertunjukan Ayers yang hanya menggunakan biola dengan dua senar di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kota LA.

Lopez kemudian mengganti senarsenar tersebut dan meminta Ayers memainkan karya-karya klasik seperti karya Beethoven. Melihat bakat sempurna Ayers, Lopez kemudian mencari tahu kehidupan musisi jalanan itu dan mengetahui Ayers pernah belajar di Juilliard School. Lopez bahkan membawa Ayers ke Lamp Community,tempat ribuan gelandangan mencari tempat tinggal dan bantuan.

Staf Lamp Community dan Lopez berusaha mencari tempat yang lebih nyaman bagi Ayers yang masih belum sembuh dari gangguan mentalnya. Semula Ayers menolak sebelum akhirnya tinggal di apartemen. Lopez juga membantunya meningkatkan kemampuan permainan musiknya dengan mengundang pemain cello Peter Snyder yang memberi les privat bagi Ayers di apartemennya.

Namun Ayers menolak dan tidak kembali ke apartemennya itu setelah les pertama. Pada musim gugur 2005 Lopez mengatur rencana agar Ayers ke Disney Concert Hall untuk melihat kelompok Los Angeles Philharmonic berlatih.Ayers akhirnya diberi kesempatan untuk mengikuti tur mereka.Setelah itu dia pun banyak mendapat tawaran untuk menjadi bintang tamu LA Symphony.

Biasanya setelah konser selesai dan musisi pulang, Ayers akan memainkan biola sendirian di Disney Concert Hall. Lopez menulis kisah hidup Ayers dalam kolom di LA Times. Saat tulisan pertamanya keluar,seorang pembaca langsung menyumbang sebuah cello kepadanya. Pemilik klub di LA yakni Alexis Rivera of Little Pedro's Blue Bongo juga menawari Ayers sebagai bintang tamu dalam klubnya.

Selain uang,Ayers mendapat imbalan lain berupa makanan gratis. Melihat banyaknya perhatian dari pembaca kisah hidup Ayers dan perjuangan Lopez, tulisan kolom tersebut kemudian dibukukan dengan judul “The Soloist: A Lost Dream, An Unlikely Friendship, and the Redemptive Power of Music”.

Buku ini pun sudah difilmkan sutradara Joe Wright (Pride and Prejudice, Atonement) ke dalam layar lebar April silam. “Ayers sudah menunjukkan keberanian menghadapi hidup yang keras, meskipun memiliki gangguan mental. Dia adalah inspirasi banyak orang, saya hanya membantu dia saja,”tutur Lopez

Tidak ada komentar: