Selasa, April 03, 2012

Kisah EMIL SALIM...

Dalam sebuah orasinya Prof. Emil Salim bercerita tentang guru-guru yang telah menginspirasi beliau. Guru-guru kehidupan yang akhirnya membentuk mozaik demi mozaik atas kehidupan dan “pilihan” jalan beliau.

Pertama adalah ayah beliau, yang berpesan bahwa beda warna dan beda kulit tidaklah membedakan kemampuan otak dan keterampilan manusia. Hal ini memicu semangat beliau untuk melangkah paling depan diantara anak-anak eropa dan totok Belanda di sekolahnya. Untuk melawan diskriminasi rasis.

Kedua adalah Guru-guru beliau di sekolah HIS ( Holandische Inlandsche School) ketika kelas V SD, yang mengajarinya menyanyi, mengenalkannya pada gairah akan membaca dan mempelajari pesona akan ilmu pengetahuan lainnya.

Selanjutnya yang paling berkesan dihatinya adalah guru Kepala Sekolah De Jong. Seorang belanda totok yang sangat mencintai alam. Pada hari sabtu tertentu, murid diajak menyeberangi sungai masuk ke hutan lalu ketika masuk dihutan dan menyeberangi sungai diganggu lintah pacet yang menjengkelkan. Gurunya meredam amarah murid-muridnya dengan diajak diskusi dan duduk melingkari gurunya dan selanjutnya gurunya menerangkan dengan menempatkan pacet diatas daun dan meminta semua muridnya untuk memperhatikan perilaku pacet. Hasilnya kepala pacet selalu tertuju pada sinar matahari. dari situlah Guru De Jong menjelaskan bahwa pacet itu adalah kompas alam. Dan bila murid-muridnya tersesat bisa menggunakan pacet sebagai arah petunjuk mata angin. Lalu guru De Jong membawa murid-muridnya masuk hutan, mendengar suara beruk bersahutan maka gurunya menjelskan bila tersesat di hutan dan kelaparan. Carilah suara beruk dan makanlah apa yang dimakan beruk, karena sistem pencernaannya hampir sama dengan manusia. Dan hal itu semua telah mengubah pandangan murid-muridnya akan alam dan lebih menghargai alam.

Selanjutnya Guru De Jong harus berpisah dengan murid-muridnya termasuk Emil salim kecil untuk kembali ke Belanda mengikuti wajib militer pada PD II, Guru De Jong mengajak muridnya berpamitan di ketinggian bukit yang menghadap pada bentang alam yang majestic dengan petak-petak sawah dan sungai yang berkelok-kelok. Guru De Jong bercerita tentang keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka agar menjaga dan memelihara alam megah itu.

Ketiga adalah guru-gurunya ketika jaman penjajahan Jepang, gurunya orang jepang, mengajarkan, mendidiknya dan menanamkan sikap untuk mandiri. Jika lapar, tanamlah makananmu sendiri, serta mencangkul tanah dengan kekuatan sendiri. Bagaimana dengan pupuk? guru orang jepang mengajarkan bahwa perut adalah pabrik pupuk nomer satu. Sehingga dari situ Emil muda tertanam sikap dan berpikir untuk menggunakan keseluruhan tubuh, semangat, dan otak manusia untuk memperbaiki hidup secara mandiri.

Dari guru-gurunya itulah yang selanjutnya menginspirasi Prof. Emil Salim untuk terus berkarya dan belajar.

Terharu saya mendengarkan orasi beliau dalam benak.. benar bahwa bila guru benar mendidik, memfasilitasi murid, maka akan dapat mencetak anak-anak yang punya karakter pembelajar. Pesan dari orasi tersebut adalah mengajak guru-guru agar “open the door” bagi muridnya..karena guru mampu mengubah banyak hal pemahaman akan hidup dan segala kebaikannya bukan hanya sekedar tranfer ilmu pengetahuan dan teori yang tak bermakna dan tanpa spirit.

Dan selanjutnya saya membaca refleksi Prof. Emil Salim akan guru-gurunya tersebut dalam buku Guru-guru Keluhuran Rekaman Monumental Mimpi Anak Tiga Zaman.

Semoga dengan berbagi kisah dan pengalaman ini semakin memompa semangat kita dalam menimba ilmu. Seperti yang Rasulullah sampaikan, bahwa menuntut ilmu itu sampai akhir hayat kita.. Dan tidak lupa bahwa menghormati ulama dan guru kita adalah salah satu kewajiban kita agar keberkahan dan rahmat Allah selalu mengiringi ilmu yang kita dapatkan.

Semoga Menginspirasi Kebaikan..

Tidak ada komentar: